1.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar 31% penduduk (72
juta orang Amerika) memiliki BP tinggi (≥ 140/90 mmHg) . Persentase laki-laki
dengan BP tinggi, lebih tinggi dari wanita sebelum usia 45 tahun, tetapi antara
usia 45 dan 54 tahun persentasenya sedikit lebih tinggi dengan wanita. Setelah
usia 55 tahun, persentase yang jauh lebih tinggi dari wanita BP telah tinggi.
Tingkat prevalensi tertinggi pada
non-Hispanik (33,5%) diikuti oleh non-Hispanik kulit putih (28,9%). Nilai-nilai
BP meningkat seiring dengan usia. Kebanyakan pasien memiliki prehipertensi
sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dengan diagnosa sering terjadi
antara dekade ketiga dan kelima. Dalam populasi usia ≥ 60 tahun, prevalensi
hipertensi pada tahun 2000 adalah diperkirakan sebesar 65,4%, yang secara
signifikan lebih tinggi dari 57,9% prevalensi diperkirakan pada tahun 1988
(Dipiro,2008)
2.
ETIOLOGI
Hipertensi didefinisikan dengan
meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten. Penderita dengan tekanan
darah diastolik (TDD) 90 mm Hg dan tekana darah sistolik (TDS) lrbih besar sama
dengan 140 mm HG mengalami hipertensi sistolik terisolasi. Krisis hipertensi
(tekanan darah di atas 180/20 mm Hg) dapat dikategorikan sebagai hipertensi
darurat (meningkatnya tekanaan darah akut atau disertai kerusakan organ) atau
hipertensi gawat (beberapa tekanan darah meningkat tidak akut) (Sukandar,dkk.,
2008).
The
seventh of Joint Nasional Committee On Prevention, Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure yaitu Badan
peneliti di Amerika Serikat
(USA) yang lebih dikenal dengan sebutan JNC 7, menentukan klasifikasi
tekanan darah orang dewasa umur lebih dari 18 tahun yang dapat dilihat
dibawah ini:
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan
Darah Orang Dewasa
No
|
Klasifikasi
|
Sistolik
(mmHg)
|
|
Diastolik (mmHg)
|
1
|
Normal
|
< 120
|
Dan
|
<80
|
2
|
Prehipertensi
|
120-139
|
Atau
|
80-89
|
3
|
Hipertensi
stage 1
|
140-159
|
Atau
|
90-99
|
4
|
Hipertensi
stage II
|
≥ 160
|
Atau
|
≥100
|
(Sukandar,dkk., 2008)
Berdasarkan penyebab, dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :
a. Hipertensi primer (esensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer).2 Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi (Muchid,dkk.,2006).
b. Hipertensi
sekunder
Kurang dari 10%
penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat
tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus,
disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering.5 Obat-obat tertentu, baik secara langsung
ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah.Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka
dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi
komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan
hipertensi sekunder (Muchid,dkk.,2006).
Tekanan
darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ
tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi
adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient
ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina),
gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Menurut Studi Framingham, pasien
dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit
koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung(Muchid,dkk.,2006).
Hipertensi
seringkali disebut sebagai “silent killer” karena pasien dengan hipertensi
esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama
adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam
waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi (Muchid,dkk.,2006).
3.
PATOFISIOLOGI
Tekanan darah arteri
Tekanan darah
arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter merkuri.
Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan
tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD
diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak faktor yang
mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya
hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah 6(lihat gambar 1 ):
·
Meningkatnya
aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal),
mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial.
·
Produksi
berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
·
Asupan natrium
(garam) berlebihan
·
Tidak cukupnya
asupan kalium dan kalsium
·
Meningkatnya
sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan
aldosteron
·
Defisiensi
vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
·
Perubahan dalam
ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan
penanganan garam oleh ginjal
·
Abnormalitas
tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal
·
Diabetes
mellitus
·
Resistensi
insulin
·
Obesitas
·
Meningkatnya
aktivitas vascular growth factors
·
Perubahan
reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik
dari jantung, dan tonus vaskular
·
Berubahnya
transpor ion dalam sel
4. GEJALA
KLINIS
Secara
umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah mempunyai faktor resiko
tambahan,tetapi kebanyakan asimptomatik.
Faktor resiko mayor
·
Hipertensi
·
Merokok
·
Obesitas (BMI ≥30)
·
Immobilitas
·
Dislipidemia
·
Diabetes mellitus
·
Mikroalbuminuria atau
perkiraan GFR<60 ml/min
·
Umur (>55 tahun
untuk laki-laki, >65 tahun untuk perempuan)
·
Riwayat keluarga untuk
penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki < 55 tahun atau perempuan
< 65 tahun)
Kerusakan organ target
·
Jantung : Left
ventricular hypertrophy
·
Angina atau sudah
pernah infark miokard
·
Sudah pernah
revaskularisasi koroner
·
Gagal jantung
·
Otak : Stroke atau TIA
·
Penyakit ginjal kronis
·
Penyakit arteri perifer
·
Retinopathy (Dipiro, 2008)
5. TERAPI
Tujuan Terapi
Tujuan
umum pengobatan hipertensi adalah :
-
Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi.
Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal:
kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit
ginjal)
-
Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan
terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan
resiko.
Target nilai tekanan darah yang direkomendasikan
dalam JNC VII :
•
Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
•
Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
•
Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis
yang umum dijumpai, tetapi kontrol tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien
dengan hipertensi tekanan darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan
darah sistolik masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang
diobati tetapi belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
dan tekanan darah diastolic ≤90
mmHg.Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastolic yang diinginkan akan
tercapai apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah tercapai. Karena
kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular
dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan darah sistolik harus digunakan
sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada hipertensi
(Dipiro, 2008)
Terapi
Nonfarmakologi
Menerapkan
gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah
tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Disamping menurunkan tekanan darah pada
pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi
berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan
darah prehipertensi.Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan
tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau
gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)
yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan
mengkonsumsi alkohol sedikit saja (Muchid,dkk.,2006).
Tabel 2. Terapi Nonfarmakologis Hipertensi
Terapi
Farmakologi
Terdapat
9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim
konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan
antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini
baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien
dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini.
Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium)
mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam
mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis
alfa 2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat
alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama (Muchid,dkk.,2006).
Ada enam alasan mengapa pengobatan kombinasi pada
hipertensi dianjurkan:
1. Mempunyai efek aditif
2. Mempunyai efek sinergisme
3. Mempunyai sifat saling mengisi
4. Penurunan efek samping masing-masing obat
5. Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ
target tertentu
6. Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan
kepatuhan pasien (adherence)
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah
sebagai berikut:
1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan
diuretik
2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan
diuretik
3. Penyekat beta dengan diuretik
4. Diuretik dengan agen penahan kalium
5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan
antagonis kalsium
6. Agonis α-2 dengan
diuretik
7. Penyekat α-1 dengan diuretik
(Muchid,dkk.,2006).
Kombinasi dua obat untuk hipertensi ini dapat dilihat
pada gambar berikut dimana kombinasi obat yangdihubungkan dengan garis tebal
adalah kombinasi yang paling efektif.
Gambar 1. Kombinasi yang memungkinkan
Petunjuk dari JNC 7 merekomendasikan diuretik tipe
tiazid bila memungkinkan sebagai terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien,
baik sendiri atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain (ACEI, ARB,
penyekat beta, CCB). Diuretik tipe thiazide sudah menjadi terapi utama
antihipertensi pada kebanyakan trial. Pada trial ini, termasuk yang baru
diterbitkan Antihypertensive and Lipid- Lowering Treatment to Prevent
HeartAttack Trial (ALLHAT), diuretik tidak tertandingi dalam mencegah
komplikasi kardiovaskular akibat hipertensi. Kecuali pada the Second
Australian National Blood Pressure Trial; dimana dilaporkan hasil lebih
baik dengan ACEI dibanding dengan diuretik pada laki-laki kulit putih. Diuretik
meningkatkan efikasi antihipertensi dari banyak regimen obat, berguna dalam
mengontrol tekanan darah , dan harganya lebih dapat dijangkau dibanding obat
antihipertensi lainnya. Sayangnya disamping kenyataan ini, diuretik tetap
kurang digunakan (underused).
Tabel
3. Terapi Lini Pertama pada Hipertensi
Kelas
|
Nama Obat
|
Dosis lazim (mg/hari)
|
Freq. pemberian
|
Komentar
|
Diuretik
a.
Tiazid
|
Klortalidon
Hidrokorotiazid
Indapamide
Metolazome
|
6,25-24
12,5-50
1,25-2,5
0,5
|
1
1
1
1
|
Pemberian
pagi hari untuk menghindari diuresis malam hari, sebagai antihipertensi
gol.tiazid lebih efektif dari diuretik loop kecuali pada pasien dengan GFR rendah
(± ClCr<30 ml/min); gunakan dosis lazim untuk mencegah efek samping
metabolik,; hiroklorotiazid (HCT) dan klortalidon lebih disukai, dengan dosis
efektif maksimum 25 mg/hari; klortalidon hampir 2 kali lebih kuat dibanding
HCT; keuntungan tambahan untuk pasien osteoporosis; monitoring tambahan untuk
pasien dengan sejarah pirai atau hiponatremia
|
b.
Loop
|
Bumetamide
Furosemide
Torsemide
|
0,5-4
20-80
5
|
2
2
1
|
Pemberian
pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari; dosis lebih tinggi mungkin diperlukan
untuk pasien dengan GFR sangat rendah atau gagal jantung
|
c.
Penahan kalium
|
Triamteren
Triamteren/HCT
|
50-100
37,5-75/25-50
|
1
2
atau 1
|
Pemberian pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari;
diuretik lemah, biasanya dikombinasikan dengan diuretik tiazid untuk meminimalkan
hipokalemia; karena gipokalemia dengan dosis rendah tiazid tidak lazim,
obat-obat ini diberikan pada pasien yang mengalami hipokalemia akibat
diuretik; hindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (±ClCr<30
ml/min); dapat menyebabkan hiperkalemia terutama kombinasi dengan ACEI, ARB,
atau supplemen kalium
|
Antagonis
Aldosteron
|
Eplerenone
Spironolakton
Spironolakton/HC
T
|
50-100
25-50
25-50/25-
50
|
1 atau 2
1
|
Pemberian
pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari; diuretik ringan biasanya di
kombinasi dengan tiazid untuk meminimalkan hipokalemia; karena hipokalemia
dengan diuretik tiazid dosis rendah tidak lazim, obat-obat ini biasanya dipakai
untuk pasien-pasien yang mengalami diuretikinduced hipokalemia; hindari pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis (± ClCr < 30ml/min); dapat
menyebabkan hiperkalemia, terutama kombi nasi dengan ACEI, ARB, atau suplemen
kalium)
|
ACE
inhibitor
|
Benazepril
Captopril
Enalapril
Fosinopril
Lisinoril
Moexipril
Perindopril
Quinapril
Ramipril
Trandolaapril
Tanapres
|
10-40
12.5-150
5-40
10-40
10-40
7.5-30
4-16
10-80
2.5-10
1-4
|
1 atau 2
2 atau 3
1 atau 2
1
1
1 atau 2
1
1 atau 2
1
atau 2
|
Dosis
awal harus dikurangi 50% pada pasien yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan
cairan, atau sudah tua sekali karena resiko hipotensi; dapat menyebabkan hiperkalemia
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau pasien yang juga mendapat
diuretik penahan kalium, antagonis aldosteron, atau ARB; dapat menyebabkan gagal
ginjal pada pasien
dengan
renal arteri stenosis; jangan digunakan pada perempuan hamil atau pada pasien
dengan sejarah angioedema
|
Penyekat
reseptor
angiotensin
|
Kandesartan
Eprosartan
Irbesartan
Losartan
Olmesartan
Telmisartan
Valsartan
|
8-32
600-800
150-300
50-100
20-40
20-80
80-320
|
1 atau 2
1 atau 2
1
1 atau 2
1
1
1
|
Dosis
awal harus dikurangi 50% pada pasien yang sudah dapat diuretik, yang
kekurangan
cairan, atau sudah tua sekali karena resiko hipotensi; dapat menyebabkan hiperkalemia
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis
atau
pasien yang juga mendapat diuretik penahan kalium, antagonis aldosteron, atau
ACEI; dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan renal arteri stenosis;
tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEI,; jangan digunakan pada perempuan
hamil
|
Penyekat
beta
|
Kardioselektif
Atenolol
Betaxolol
Bisoprolol
Metoprolol
|
25-100
5-20
2.5-10
50-200
50-200
|
1
1
1
1
1
|
Pemberhentian
tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; dosis rendah
s/d sedang menghambat reseptor β1, pada dosis tinggi menstimulasi
reseptor β2; dapat menyebabkan eksaserbasi
asma bila selektifitas hilang; keuntungan tambahan pada pasien dengan atrial
tachyarrythmia atau preoperatif hipertensi
|
|
Nonselektif
Nadolol
Propranolol
Propranolol
LA
Timolol
Sotalol
|
40-120
160-480
80-320
|
1
2
1
|
Pemberhentian
tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension, menghambat reseptor β1
dan β2 pada semua dosis; dapat memperparah
asma;
ada keuntungan tambahan pada pasien dengan essensial tremor, migraine, tirotoksikosis
|
|
Aktifitas
simpatomimetik
intrinsik
Acebutolol
Carteolol
Pentobutolol
Pindolol
|
200-800
2.5-10
10-40
10-60
|
2
1
1
2
|
Pemberhentian
tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; secara
parsial merangsang reseptor β
sementara
menyekat terhadap rangsangan tambahan; tidak ada keuntungan tambahan untuk
obat-obat ini kecuali pada pasien-pasien dengan
bradikardi,
yang harus mendapat penyekat beta; kontraindikasi pada pasien pasca infark
miokard, efek samping dan efek metabolik lebih sedikit, tetapi tidak kardioprotektif
seperti penyekat beta yang lain.
|
|
Campuran
penyekat
α dan β
Karvedilol
Labetolol
|
12.5-50
200-800
|
2
2
|
Pemberhentian
tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; penambahan penyekat
α meng akibatkan hipotensi
ortostatik
|
Antagonis
kalsium
|
Dihidropiridin
Amlodipin
Felodipin
Isradipin
Isradipin
SR
Lekarnidipin
Nicardipin
SR
Nifedipin
LA
Nisoldipin
|
2.5-10
5-20
5-10
5-20
60-120
30-90
10-40
|
1
1
2
1
2
1
1
|
Dihidropiridin
yang bekerja cepat (long-acting) harus dihindari, terutama nifedipin dan
nicardipin; dihidropiridin
adalah
vasodilator perifer yang kuat dari pada nondihidropiridin dan dapat menyebabkan
pelepasan simpatetik refleks (takhikardia), pusing, sakit kepala, flushing,
dan edema perifer; keuntungan tambahan pada sindroma Raynaud
|
|
Non-dihidropiridin
Diltiazem
SR
Verapamil SR
|
180-360
|
1
1
|
Produk
lepas lambat lebih disukai untuk hipertensi; obatobat ini menyekat slow
channels di jantung dan menurunkan denyut jantung; dapat menyebabkan
heart block; keuntungan tambahan untuk pasien dengan atrial takhiaritmia
|
Penyekat
alfa-1
|
Doxazosin
Prazosin
Terazosin
|
1-8
2-20
1-20
|
1
2 atau 3
1
atau 2
|
Dosis
pertama harus diberikan malam sebelum tidur; beritahu pasien untuk berdiri perlahan-lahan
dari posisi duduk atau berbaring untuk meminimalkan resiko hipotensi
ortostatik; keuntungan tambahan untuk
laki-laki
dengan BPH (benign prostatic
hyperplasia)
|
Agonis sentral
α-2
|
Klonidin
Metildopa
|
01-0.8
250-1000
|
2
2
|
Pemberhentian
tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; paling efektif bila
diberikan bersama diuretik untuk mengurangi retensi cairan.
|
Antagonis
Adrenergik
Perifer
|
Reserpin
|
0.05-0.25
|
|
Gunakan
dengan diuretik untuk mengurangi retensi cairan
|
Vasodilator
arteri
langsung
|
Minoxidil
Hidralazin
|
10-40
20-100
|
1 atau 2
2
atau 4
|
Gunakan
dengan diuretik dan penyekat beta untuk mengurangi retensi cairan dan refleks
takhikardi
|
(Muchid,dkk.,2006).
Refference:
DiPiro, Joseph T., Robert L. Talbert, Gary C. Yee,
Gary R. Matzke, Barbara G. Wells, dan L. Michael Posey. 2008. Pharmacotherapy : A
Pathophysiologic Approach, 7th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc : USA
Sukandar E. Y, R. Andrajati, J. I Sigit, I K. Adnyana, A.
A. P. Setiadi, dan Kusnandar. 2009. ISO
Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
Muchid,
abdul,dkk. 2006. Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,Departemen Kesehatan.
0 komentar:
Post a Comment