1.
Etiologi
Anemia merupakan suatu keadaan kronis yang dikarakterisasi dengan penurunan
hemoglobin atau sel darah merah yang berakibat pada penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen oleh darah. Selain ditunjukkan oleh penurunan kadar
hemoglobin, anemia juga dikarakterisasi dengan penurunan hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count). Anemia
bisa terjadi karena:
a.
Defisiensi
Fe: diakibatkan oleh kegagalan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan zat besi
fisiologis.
b.
Defisiensi vitamin B12: akibat asupan makanan
yang tidak mencukupi, gejala malabsorpsi atau absorpsi yang menurun dan pemanfaatan yang tidak mencukupi juga dapat menimbulkan
anemia.
c.
Defisiensi
asam folat: ketika produksi asam folat terbatas (Hyperutilization ).
d.
Anemia cronic disease (ACD): merupakan respon terhadap rangsangan dari sistem kekebalan tubuh selular oleh berbagai proses penyakit yang mendasarinya. Hal ini busa terjadi akibat gangguan fungsi sumsum
tulang.
e.
Anemia pada geriatri: faktor
resiko penyebab anemia adalah ras dan etnik.
f.
Anemia
akibat gangguan periferal (hemolitik): akibat berkurangnya masa hidup dari RBC
(Dipiro et al., 2008).
2.
Patofisiologi
Anemia dapat ditandai ketika pasien kehilangan darah berlebih akibat
pendarahan, trauma, tukak lambung, infeksi lambung maupun hemorroid. Pasien
yang mengalami pendarahan kronis seperti pendarahan vagina, peptic ulcer,
parasit intestinal, maupun penggunaan aspirin dan AINS lainnya akan merasakan
anemia. Adanya destruksi sel darah merah berlebihan pada anemia bisa terjadi karena faktor ekstrakorpuskular (diluar sel) yiatu
antibodi sel darah merah, obat-obatan, trauma fisik terhadap sel darah merah
serta sequestrasi berlebih pada limpa. Sedangkan faktor intrakorpuskular
terjadi karena Hereditas. Pada anemia, produksi sel darah merah dewasa tidak
cukup akibat defisiensi nutrient (B12, asam folat, besi, protein),
defisiensi eritroblast (anemia aplastik, eritoblastopenia terisolasi, antagonis
asam folat, antibodi), kondisi infiltrasi sumsum tulang (limfoma, leukemia,
mielofibrosis, karsinoma), abnormalitas endokrin (hipotiroid, insufisiensi
adrenal, insufisiensi pituitari), penyakit ginjal kronis, penyakit inflasi
kronis (Granulomatous disease).
Berikut
patofisiologi dari berbagai penyebab anemia:
2.1 Anemia
Makrositik (Anemia Megaloblastik)
a. Defisiensi
Vitamin B12
Vitamin B12 bekerja sama dengan asam folat
dalam sintesis penghambat terjadinya DNA dan RNA, sangat penting dalam menjaga
integritas sistem neurologis, dan memainkan peran dalam biosintesis asam lemak
serta produksi energi. Setelah makanan yang mengandung
cobalamin memasuki lambung, pepsin dan asam klorida melepaskan cobalamin dari
protein hewani. Cobalamin bebas kemudian mengikat R-protein, yang dilepaskan
dari sel parietal dan saliva. Pada duodenum (usus 12 jari), cobalamin berikatan
dengan R-protein membentuk kompleks cobalamin-R-protein yang telah disekresi
dalam empedu. Enzim pankreas mendegradasi empedu dan kompleks
cobalamin-R-protein, melepaskan cobalamin bebas. Cobalamin kemudian berikatan
dengan faktor intrinsik yang fungsinya mirip dengan protein pembawa sel untuk
ditransfer ke zat besi. Kompleks ini kemudian menempel pada reseptor sel mukosa
(cubilin) di ileum distal, faktor intrinsik dibuang dan cobalamin terikat
dengan protein transportasi (transcobalamin I, II, dan III). Cobalamin yang
terikat pada transcobalamin II disekresikan ke dalam sirkulasi dan diambil oleh
hati, sumsum tulang, dan sel lain melalui endositosis. Cobalamin kemudian
diubah menjadi dua bentuk koenzim (metil cobalamin dan adenosil cobalamin).
Akibatnya, sebagian besar sirkulasi cobalamin terikat pada transcobalamin I dan
transcobalamin III. Namun, jalur alternatif untuk penyerapan vitamin B12 itu sendiri dari faktor intrinsik atau terminal ileum untuk sejumlah
kecil penyerapan vitamin B12. Jalur
alternatif ini melibatkan difusi pasif dan menyumbang sekitar 1% dari
penyerapan vitamin B12.
b. Defisiensi
asam folat
Asam folat merupakan vitamin yang larut air yang mudah
hancur karena proses pemanasan (dimasak). Asam folat diperlukan untuk produksi
asam nukleat, protein, asam amino, purin, timin, DNA dan RNA. Asam folat
berfungsi membentuk methylcobalamin sebagai
donor metil. Manusia tidak mampu mensintesis asam folat yang cukup untuk
kebutuhan total harian tubuh, dan asam folat ini lebih banyak didapat dari
makanan, seperti misalnya sayur hijau, buah jeruk, ragi, jamur, produk susu,
dan hati. Kebanyakan asam folat dalam makanan berada dalam bentuk polyglutamat,
yang harus dipecah menjadi monoglutamat sebelum diserap di usus kecil. Setelah
diserap, asam folat harus dikonversi kedalam bentuk aktif tertahidrofolat
melalui reaksi cobalamin terikat. Tubuh menyimpan sekitar 5-10 mg asam folat,
terutama dihati. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan megaloblastik dalam
aktu 4-5 bulan. Asam folat didistribusikan ke jaringan melalui sirkulasi
enterohepatik. Asam folat memasuki jaringan termasuk eritrosit, dan dapat
bertahan selama sel dapat hidup (Dipiro et al., 2008).
2.2 Anemia mikrositik, hipokromik
a. Defisiensi
zat besi:
Prelatent mengacu pada pengurangan
persediaan besi tanpa berkurangnya tingkat besi pada serum dan dapat dinilai dengan pengukuran feritin
serum. Pada tahap pertama ini, persediaan besi dapat habis tanpa
menyebabkan anemia, persediaan besi mungkin dimanfaatkan ketika ada peningkatan
kebutuhan pada sintesis Hb. Ketika penyedia besi habis, masih ada zat besi yang memadai dari
omset harian RBC untuk sintesis Hb. Kekurangan zat besi lebih lanjut akan
membuat pasien rentan terhadap perkembangan anemia. Defisiensi besi laten terjadi ketika persediaan besi habis,
namun Hb berada di atas batas bawah normal untuk populasi tapi dapat dikurangi
untuk pasien tertentu. Hal ini dapat ditentukan oleh pengukuran CBC
serial. Temuan meliputi pengurangan saturasi transferin dan TIBC
meningkat. IDA terjadi ketika jumlah Hb kurang dari nilai normal. Defisiensi
berkembang ke hipokromia klasik dan mikrositosis besi-kekurangan
eritropoiesis.
b. Anomali
genetik:
·
Sickle
cell anemia: anemia yang terjadi
karena sel sabit diakibatkan terjadinya gangguan sirkulasi, destruksi sel darah
merah, dan hambatan aliran darah. (Dipiro et
al., 2008).
·
Thalasemia:
penyakit keturunan yang diakibatkan oleh penurunan
produksi rantai globin (alfa atau beta) yang dibutuhkan dalam hemoglobin
(Richardson, 2007). Thalasemia ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari) (Yunanda,
2008).
2.3 Anemia normositik :
a. Produksi
sel darah merah berkurang:
Terjadi pada penyakit anemia aplastik, leukemia. Penyakit
kronik menyebabkan tubuh tidak dapat menghasilkan sel darah merah yang cukup.
Gagal ginjal kronik menyebabkan pengurangan kadar eritropoietin yang merupakan
hormon penting yang berhubungan dengan sel darah merah. Anemia aplasia, atau
kegagalan sum-sum tulang merupakan anemia yang disebabkan oleh kegagalan
sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah.
b.
Perdarahan:
Terjadi pada
peristiwa kecelakaan. Perdarahan yang berlangsung terlalu lama dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi.
c. Gangguan
pemecahan sel darah merah (hemolitik):
Anemia hemolitik timbul akibat berkurangnya masa hidup dari RBC. Penyebab
anemia hemolitik pada pasien geriatri berbeda dengan pasien remaja. Kebanyakan
pasien remaja mengalami anemia akibat adanya kelainan genetik sedangkan pasien
geriatrik mengalami anemia umumnya disebabkan gangguan dari fungsi autoimun
hemolitik.
d.
Gangguan hormonal:
Masalah
ketidakseimbangan hormon (hormonal imbalance) juga dapat menyebabkan
anemia normositik, seperti pada penyakit kekurangan hormone testosteron atau
hipogonadisme. Pada anemia sideroblastik (sideroblastic anemia) yang
merupakan salah satu simptom untuk sindrom myelodisplastik (myelodysplastic
syndrome), juga terjadi sintesis sel darah merah yang tidak normal. Sindrom
ini dapat menyebabkan leukemia.
2.4 ACD (Anemia Cronic Disease)
ACD adalah anemia hipoproliferatif yang berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi, kerusakan jaringan, dan kondisi yang terkait dengan pelepasan sitokinin pro inflamasi. Patogenesis dari ACD adalah multifaktorial dan ditandai oleh respon EPO terhadap anemia, gangguan proliferasi sel progenitor erythroid, dan gangguan homeostasis besi (Dipiro et al., 2008).
3.
Gejala Klinis dan Data Klinik
Gejala Klinis
tergantung onset, penyebab anemia, dan individu :
a.
Anemia
akut
Gejala kardiorespiratori seperti takikardi, kepala
terasa ringan, dan sesak napas.
b.
Anemia
kronis
Rasa lelah, letih, vertigo, pusing, sensitif terhadap
dingin, pucat.
c.
Anemia
hipokromik
Rasa tak enak di lidah, penurunan aliran saliva,
pagophagia (compulsive eating of ice).
d.
Anemia
megaloblastik
Kulit pucat, ikterus, atropi
mukosa gastrik. (Dipiro, et al., 2008).
Pengujian
Laboratorium Diagnosis Anemia :
a.
Hitung
darah lengkap atau Complete blood count (CBC) dengan menghitung jumlah sel darah merah
(hemoglobin, hematokrit, jumlah retikulosit),
b.
Hitung
indeks sel darah merah (MCV, MHC, MCHC, RDW).
c.
Hitung
sel darah putih dan jumlah besi dalam tubuh (RBC, Retikulosit, hapusan darah
periferal, serum feritinin) (Harrison, 2008).
Hemoglobin
normal sebelum penentuan diagnosa anemia dapat dilihat pada tabel berikut :
Laboratory Test
|
Pediatric
|
Adult
|
|
1-15 yr
|
Male
|
Female
|
|
RBC (x 106/mm3)
Hgb (g/dL)
Hct (%)
MCV (µm3)
MCH (pg/cell)
MCHC (g/dL)
Erythropoietn
(mU/mL)
Reticulocyte
count (%)
TIBC (mg/dL)
Fe (mg/dL)
Folate (ng/mL)
RBC folate
(ng/mL)
Fe/TIBC (%)
Vitamin B12 (pg/mL)
Ferritin (ng/mL)
|
±4.7-6
±13-2
±40-5
±80-5
±33.5-2
±31-36
4-26
0.5-1.5
250-400
50-120
7-25
-
20-30
>200
7-140
|
5.4-0.7
16-2
47-5
87-7
29-2
31-36
4-26
0.5-1.5
250-400
50-160
7-25
140-960
20-40
>200
15-200
|
±4.8-6
±14-2
±42-2
±90-9
±34-2
±31-36
4-26
0.5-1.5
250-400
40-150
7-2.5
140-960
16-38
>200
12-150
|
Keterangan : Fe, Iron; Hgb, hemoglobin; Hct, hematocrit; MCH, mean
corpuscular hemoglobin; MCV, mean corpuscular volume; RBC, red blood cell;
TIBC, total iron binding capacity (Koda-Kimbel, 2009).
d.
Hasil Laboratorium
|
(Koda-Kimbel, 2009)
4.
Terapi (Non
Farmakologi dan Farmakologi)
4.1.Terapi non farmakologi
Pasien Anemia hendaknya melakukan terapi non farmakologi untuk membantu
penyembuhan, yaitu dengan cara sebagai berikut:
a.
Mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran, daging, ikan dan unggas.
b.
Dapat
digunakan suplemen multi-vitamin yang mengandung vitamin B12 dan
asam folat sebagai terapi profilaksis maupun memperbaiki defisiensi vitamin B12
ataupun asam folat.
c.
Pada
pasien dengan anemia kritis dapat dilakukan transfusi sel darah merah.
(Wells et al.,
2006).
4.2.Terapi
farmakologi
Terapi untuk anemia bisa dilakukan dengan transfusi
darah, transfusi RBC untuk geriatri, pemberian oral atau parenteral vitamin
B12, induksi asam folat (menginduksi remisi eksogen hematologi). Pemberian
parenteral asam folat jarang diperlukan , karena asam folat oral diserap dengan
baik bahkan pada pasien dengan sindrom malabsorpsi . Dosis 1 mg asam folat oral
setiap hari sudah cukup untuk memulihkan anemia megaloblastik , memulihkan
kadar folat serum normal (Katzung, 2009). Dibawah ini adalah jenis obat yang
digunakan untuk anemia:
a.
Darbepoetin alfa ( Aranesp )
Parenteral : 25 ,
40 , 60 , 100 , 200 , 300 , 500 mcg / mL IV atau SC injeksi
b. Deferasirox ( Exjade )
Oral : 125 , 250
, 500 mg tablet
c. Deferoxamine ( generik , Desferal )
Parenteral : 500
, 2000 mg vial untuk IM , SC , atau injeksi IV
d. Epoetin alfa ( erythropoietin,EPO ) ( Epogen ,
Procrit )
Parenteral : 2000
, 3000 , 4000 , 10000 , 20000 , 40000 IU / mL vial untuk IV atau SC injeksi
e. Epoetin beta (Methoxy
polyethylene glycol-epoetin beta) (Mircera).
Parenteral: 50, 100, 200, 300, 400, 600, 1000 mcg/mL in single-dose vials and
prefilled syringes for IV or SC injection
f. Filgrastim ( G - CSF ) ( Neupogen )
Parenteral : 300
mcg vial untuk IV atau SC injeksi
g. Asam folat ( folacin , asam pteroylglutamic )
( generik )
Oral : 0.4 , 0.8
, 1 mg tablet
Parenteral : 5 mg
/ mL untuk injeksi
h. Besi ( generik )
Oral :
Metylcobalamin
Parenteral ( Iron
dekstran ) ( InFeD , DexFerrum ) : 50 mg besi elemental / mL
|
Parenteral
(Sodium glukonat besi kompleks) ( Ferrlecit ) : 12,5 mg besi elemental / mL
Parenteral (
sukrosa Besi ) ( Venofer ) : 20 mg besi elemental / mL
i. Oprelvekin ( interleukin - 11 ) ( Neumega )
Parenteral : 5 mg
vial untuk injeksi SC
j. Pegfilgrastim ( Neulasta )
Parenteral : 10
mg / mL larutan dalam jarum suntik dosis tunggal
k. Romiplostim (Nplate)
Parenteral: 250,
500 mcg in single-dose vials for SC injection
l. Sargramostim ( GM - CSF ) ( Leukine )
Parenteral : 250
, 500 mcg vial untuk infus IV
m. Vitamin B12 ( cyanocobalamin generik atau
hydroxocobalamin )
Oral (
cyanocobalamin ) : 100 , 500 , 1000, 5000 mcg tablet , 100 , 250 , 500 mcg
lozenges
Nasal ( Nascobal
) : 5000 mcg / mL ( 500 mcg / spray)
Parenteral (
cyanocobalamin ) : 100 , 1000 mcg / mL injeksi IM atau SC
Parenteral ( hydroxocobalamin ) : 1000 mcg / mL
hanya untuk injeksi IM
|
(Katzung, 2009)
Refference:
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C.,
Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. (Eds), 2008, Pharmacotherapy a Pathophysiological Approach, 7th ed,
The McGraw-Hill Companies, Inc. P. 1639-1640
Harrison. 2008. Principles Of Internal Medicine Seventeenth Edition. USA : The Mc
Graw-Hill companies, Inc.
Katzung, B.G. 2009. Basic and Clinical Pharmacology. Eleventh Edition. San Fransisco:
The Mc Graw-Hill companies, Inc.
Koda-Kimble
M.A, Lloyd Y.Y, Aldregde B.K, Corelli R.
L, Guglielmo B. J, Kradjan, W.A,
Williams B.R. 2009. Applied
Therapeutics: The Clinical Use Of Drugs, 9th Edition. USA: Lippincott Williams
& Wilkins
Richardson, M. 2007. Mycrosytic Anemia. Pediatrics in Review, Vol. 28. P. 5-14.
Wells, Barbara G., DiPiro, Joseph T., Schwinghammer,
Terry L., Hamilton, Cindy W. 2006. Pharmacotherapy
Handbook, 6th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Yunanda, Y. 2008. Thalasemia. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
0 komentar:
Post a Comment