Pelayanan Informasi Obat (PIO)

I.       Definisi Informasi Obat
Ada berbagai macam definisi dari informasi obat, tetapi pada umumnya maksud dan intinya sama saja. Salah satu definisinya adalah, informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencangkup farmakologi, toksikologi, dan farmakoterapi obat. Informasi obat mencangkup, tetapi tidak terbatas pada pengetahuan seperti nama kimia, struktur dan sifat-sifat, identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi terapi, mekanisme kerja, waktu mulai kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal pemberian, dosis yang direkomendasikan, absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi, efek samping danreaksi merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda, gejala dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data penggunaan obat, dan setiap informasi lainnyayang berguna dalam diagnosis dan pengobatan pasien (Siregar, 2004).
Definisi pelayanan informasi obat adalah; pengumpulan, pengkajian, pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusia, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan berbagai metode kepada pengguna nyata dan yang mungkin (Siregar, 2004).

II.    Sasaran Informasi Obat
Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti yang tertera dibawah ini;
a.       Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker  agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau sewaktu apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang perawatan pasiean atau dalam konferensi staf medis (Siregar, 2004).
b.      Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi oabt kepada PRT dalam rangkaian proses penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek oabt pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah profesional kesehatan yaang paling banyak berhubungan dengan pasien karena itu, perawatlah yang pada umumnya yang pertama mengamati reaksi obat merugikan atau mendengar keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi sebai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada umumnya harus praktis, seera, dan ringkas, misalnya frekuensi pemberian dosis, metode pemberian obat, efek samping yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan intravena, dll (Siregar, 2004).
c.       Pasien
Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan profesional kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker sewaktu menyertai kunjungan tim medik ke ruang pasien; sedangkan untuk pasien rawat jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi obat untuk pasien pada umumya mencangkup cara penggunaan obat, jangka waktu penggunaan, pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan dengan resep obat, dan sebagainya (Siregar, 2004).
d.      Apoteker
Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas atau fungsi tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker yang langsung berinteraksi dengan profesional kesehatan dan pasien, seing menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih mendalami pengetahuan informasi obat. Apoteker apotek dapat meminta bantuan informasi obat dari sejawat di rumah sakit (Siregar, 2004).
e.       Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti
Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada kelompok profesional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti, dan kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan di rumah sakit yang memerlukan informasi obat antara lain, panitia farmasi dan terapi, panitia evaluasi penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat, panitia sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji penggunaan oabt retrospektif, tim program pendidikan “in-service” dan sebagainya (Siregar, 2004).

III. Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat
Ruang lingkup jenis pelayanan informasi rumah sakitdi suatu rumah sakit, antara lain:
a.       Pelayanan informasi obat untuk menjawab pertanyaan
b.      Pelayanan informasi obat untuk mendukung kegiatan panitia farmasi dan terapi
c.       Pelayanan informasi obat dalam bentuk publikasi
d.      Pelayanan informasi obat  untuk edukasi
e.       Pelayanan informasi obat untuk evaluasi penggunaan obat
f.       Pelayanan informasi obat dalam studi obat investigasi
(Siregar, 2004)

IV. Strategi Pencarian Informasi Secara Sistemik
Proses menjawab pertanyaan yang diuraikan dibawah ini adalah suatu pendekatan yang sebaiknya digunakan oleh apoteker di rumah sakit.’
a.       Mengetahui pertanyaan sebenarnya
Menetapkan informasi obat sebenarnya yang dibuthkan penanya adalah langkah pertama dalam menjawab suatu pertanyaan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggolongkan jenis penaya, seperti dokter, apoteker, perawat, dan sebagainya, serta informasi latar belakang yang perlu (Siregar, 2004).
Penggolongan penanya dapat dilakukan secara otomatis jika penanya memperkenalkan dirinya, tetapi kadang-kadang apoteker harus menanyakan, terutama jika berkomunikasi melalui telepon. Dengan mengetahui jenis penanya, akan membantu apoteker dalam memberikan jawaban yang benar-benar ia perlukan (Siregar, 2004).
b.      Mengumpulkan data khusus pasien
Apabila pertanyaan melibatkan seorang pasien, adalah penting untuk memperoleh informasi latar belakang tentang pasien sebelum menjawab suatu pertanyaan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis pertanyaan. Umur, bobot, jenis kelamin biasanya diperlukan. Kekhususan tentang kondisi medis pasien seperti diagnosis sekarang, fungsi ginjal dan hati, sering diperlukan. Dalam beberapa kasus diperlukan juga sejarah obat yang lengkap (Siregar, 2004).
Pentingnya pengambilan sejarah obat pasien telah benar-benar dimengerti oleh dokter dan perawat. Apoteker harus memiliki keterampilan dalam pengambilan sejarah obat berdasarkan dua alasan dari sudut pandang penyediaan informasi obat, yaitu:
-          Untuk memberi apoteker pengertian yang lebih baik tentang permintaan informasi sebenarnya dengan keadaan permintaan, agar apoteker dapat mencari dan menyediakan jawaban.
-          Untuk memungkinkan apoteker menyajikan jawaban yang lebih berguna dan sesuai untuk keadaan klinik tertentu
(Siregar, 2004)
c.       Pencarian secara sistemik
Pada dasarnya, dalam suatu pencarian sistemik, apoteker harus berusaha memperoleh jawaban dalam referensi acuan tersier terlebih dahulu. Jawaban biasanya dapat diperoleh, tetapi jika jawaban tidak dapat, apoteker bergerak ke langkah berikutnya (Siregar, 2004).
Pencarian informasi secara sistematik dapat meminimalkan kesempatan melalaikan sumber penting dan kehilangan perspektif. Masalah ini dapat terjadi terutama pada apoteker tanpa pengalaman praktid atau tanpa ketrampilan klinik lanjutan. Tanpa menghiraukan pengalaman, biasanya apoteker dapat memperoleh manfaat dari membaca pendahuluan atau latar belakang persiapan, terutama jika apoteker tidak memahami pertanyaan (Siregar, 2004).

V.    Metode Menjawab Pertanyaan Informasi
Pada umumnya, ada dua jenis metode utama untuk menjawab pertanyaan informasi, yaitu komunikasi lisan dan tertulis. Apoteker, perlu memutuskan kapan suatu jenis dari metode itu digunakan untuk menjawab lebih tepat daripada yang lain. Dalam banyak situasi klinik, jawaban oral biasanya diikuti dengan jawaban tertulis.
a.       Jawaban tertulis
Jawaban tertulis merupakan dokumentasi informasi tertentu yang diberikan kepada penanya dan menjadi suatu rekaman formal untuk penanya dan responden. Keuntungan dari format tertulis adalah memungkinkan penanya untuk membaca ulang informasi jawaban tersebut dan secara pelan-pelan mengintepretasikan jawaban tersebut. Komunikasi tertulis juga memungkinkan apoteker untuk menerangkan sebanyak mungkin informasi dalam keadaan yang diinginkan tanpa didesak penanya. Jawaban tertulis dapat mengakomodasi tabel, grafik, dan peta untuk memperlihatkan data secara visual (Siregar, 2004).
b.      Jawaban lisan (oral)
Setelah ditetapkan bahwa jawaban lisan adalah tepat, apoteker perlu memutuskan jenis metode jawaban lisan yang digunakan. Ada dua jenis metode menjawab secara lisan, yaitu komunikasi tatap muka dan komunikasi telepon. Komunikasi tatap muka lebih disukai, jika apoteker mempunyai waktu dan kesempatan untuk mendiskusikan temuan informasiobat dengan penanya (Siregar, 2004).

VI. Tindak Lanjut Terhadap Jawaban Informasi Obat
Apabila mungkin, tindak lanjut perlu diadakan untuk jenis pertanyaan tertentu, terutama yang berkaitan langsung dengan perawatan sien. Misalnya, apoteker ditelpon tentang seorang pasien yang mengalami reaksi obat merugikan terhadap suatu obat tertentum dan dokter menyakan suatu terapi alternatif. Seteleh pencarian pustakan secara sistematik, apoteker membuatkan rekomendasi. Apoteker menggunakan kesempatan ini mendatangi pasien, untuk mmelihat respon pasien terhadap rekomendasinya itu. Tindak lanjut yang konsisten untuk jenis itu, akan meningkatkan interaksi dengan profesional kesehatan lainnya yang dapat mempromosikan partisipasi apooteker dalam perawatan pasien langsung termasuk kunjungan klinik ke ruang pasien (Siregar, 2004).

VII.          Prioritas Untuk Permintaan Informasi Obat
Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan pasien melalui terapi obat yang rasional. Oleh karena itu, prioritas harus diberikan kepada permintaan informasi obat yang paling memoengaruhi secara langsung pada perawatan pasien. prioritas untuk permintaan informasi obat diurutkan sebagai berikut:
a.       Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati
b.      Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus
c.       Pengobatan pasien ambulatori dengan masalah terapi obat khusus
d.      Bantuan kepada staf profesiional kesehatan untuk penyelaesaian tanggung jawab mereka
e.       Keperluan dari berbagai fungsi PFT
f.       Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat
(Siregar, 2004)

Adapun simulasi pelayanan informasi obat adalah penanya berada di ruang PIO, petugas mengisi formulir mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan tentang informasi latar belakang penyakit mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data dengan mengumpulkan data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban didokumentasikan oleh petugas lalu kemudian dikomunikasikan kepada penanya. Informasi yang dikomunikasikan petugas kepada penanya akan menimbulkan umpan balik atau respon penanya (Juliantini dan Widayati, 1996).

Siregar, Charles. 2006. Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan. Jakarta: ECG



1 komentar:

  1. jika boleh tahu rujukan untuk pustakanya menggunakan pustaka apa?terimakasih
    Pharmacy Care

    ReplyDelete

 

About Us

My photo
Kami adalah mahasiswa/i Program Studi Profesi Apoteker angkatan VIII Universitas Udayana (PSPA8 Udayana). Kami beranggotakan 53 calon apoteker masa depan, yang saat ini (saat blog ini dibuat) masih menempuh pendidikan profesi kami guna menyangdang gelar "Apt" dan pengelolaan blog ini di wakili oleh kami yang wajahnya tertera pada foto profil :) Kami, segenap anggota PSPA8 Udayana berharap blog ini dapat berguna bagi semua orang yang membaca blog ini. Kami juga memohon doa dan restu agar kami dapat segera mencapai cita kami dan dapat berguna bagi nusa dan bangsa. God Bless U! O:)

We Are Pharmacist

We Are Pharmacist